Orang sering menginginkan menjadi seorang pemenang. Orang jarang sekali yang suka menjadi pecundang. Semua kecenderungan dunia adalah berlomba-lomba mencapai prestasi tertinggi dan menjadi pemenang. Sebab dengan menjadi pemenang, maka kita akan memperoleh semua penghormatan dan kenikmatan hidup duniawi.
Tetapi, apakah benar begitu? Saya kira, justru kadang-kadang ada gunanya untuk menjadi seorang pecundang. Justru menjadi orang yang dianggap bukan siapa-siapa, orang dungu atau orang bodoh, adalah menguntungkan bagi kita.
Coba pikir, betapa beratnya beban menjadi seorang pemenang. Misalnya, ada seseorang yang demikian terkenal di lingkungannya sebagai seorang pemimpin yang baik, public figure yang terkenal dengan kebaikan hatinya, kedermawanannya, kepintarannya, dan segala tetek bengek sifat-sifat baik yang di puja dunia. Pendek kata, orang ini adalah contoh dari figur sempurna yang diinginkan oleh setiap orang.
Orang seperti ini memang mendapatkan semua penghormatan dari masyarakat sekitarnya. Tetapi menurut saya, ia harus membayar mahal semua penghormatan itu dengan merelakan dirinya untuk dikontrol oleh masyarakat.
Ia menjadi orang yang terbebani secara moral untuk selalu harus tampil sebagai seorang pemenang di setiap situasi. Tak peduli bagaimana perasaannya, apa saja sesungguhnya keinginannya, apa saja harapan-harapannya. Masyarakat cuma ingin melihat seorang pemenang sebagai seorang pemenang, dan bukannya sebagai seorang pecundang.
Dan karena itu, masyarakat tidak mau mentoleransikan kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan oleh si pemenang, meskipun kesalahan itu sendiri adalah wajar sebagai seorang manusia, yang memang masih penuh dengan ketidaksempurnaan.
Pendek kata, seorang pemenang diharapkan, bahkan diharuskan untuk selalu tampil sempurna dengan semua ciri khasnya sebagai seorang pemenang. Suatu beban moral yang cukup untuk membuat seseorang menjadi tidak bahagia.
Mendapat cap sebagai seorang pecundang, sesungguhnya, mempunyai berkah tersendiri bagi kita, bila kita menyempatkan diri merenung makna dibaliknya. Bila kita sudah dikenal sebagai seorang pecundang, dan bila karena suatu ketika kita mengalami kegagalan, orang akan segera memakluminya karena kita memang seorang pecundang yang penuh dengan rekor kegagalan. Sebaliknya, bila suatu ketika kita sukses mengukir suatu prestasi, orang akan heran dan kagum seraya bergumam, "Kok bisa ya? Padahal dia itu seorang pecundang yang sekali pun tidak pernah sukses sebelum ini."
Jadi, wahai para pecundang atawa kaum underdog sedunia, bersatulah (sorry, mengutip kata-katanya WS Rendra). sebagai pecundang kita dapat bekerja tanpa diberati dengan beban moral.
HIDUP PECUNDANG!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar